Macam – Macam Gaya Dalam Olahraga Renang

4 Jul

1.      Renang Gaya Bebas

Gaya bebas (bahasa Inggris: front crawl) adalah berenang dengan posisi dada menghadap ke permukaan air. Kedua belah lengan secara bergantian digerakkan jauh ke depan dengan gerakan mengayuh, sementara kedua belah kaki secara bergantian dicambukkan naik turun ke atas dan ke bawah. Sewaktu berenang gaya bebas, posisi wajah menghadap ke permukaan air. Pernapasan dilakukan saat lengan digerakkan ke luar dari air, saat tubuh menjadi miring dan kepala berpaling ke samping. Sewaktu mengambil napas, perenang bisa memilih untuk menoleh ke kiri atau ke kanan. Dibandingkan gaya berenang lainnya, gaya bebas merupakan gaya berenang yang bisa membuat tubuh melaju lebih cepat di air.

 

 2.      Renang Gaya Dada

Gaya dada atau gaya katak adalah berenang dengan posisi dada menghadap ke permukaan air, namun berbeda dari gaya bebas, batang tubuh selalu dalam keadaan tetap. Kedua belah kaki menendang ke arah luar sementara kedua belah tangan diluruskan di depan. Kedua belah tangan dibuka ke samping seperti gerakan membelah air agar badan maju lebih cepat ke depan. Gerakan tubuh meniru gerakan katak sedang berenang sehingga disebut gaya katak. Pernapasan dilakukan ketika mulut berada di permukaan air, setelah satu kali gerakan tangan-kaki atau dua kali gerakan tangan-kaki.

 

3.      Renang Gaya Punggung

Gaya punggung adalah berenang dengan posisi punggung menghadap ke permukaan air. Gerakan kaki dan tangan serupa dengan gaya bebas, tapi dengan posisi tubuh telentang di permukaan air. Kedua belah tangan secara bergantian digerakkan menuju pinggang seperti gerakan mengayuh. Mulut dan hidung berada di luar air sehingga mudah mengambil atau membuang napas dengan mulut atau hidung.

 

4.      Renang Gaya Kupu – Kupu

Gaya kupu-kupu adalah salah satu gaya berenang dengan posisi dada menghadap ke permukaan air. Kedua belah lengan secara bersamaan ditekan ke bawah dan digerakkan ke arah luar sebelum diayunkan ke depan. Sementara kedua belah kaki secara bersamaan menendang ke bawah dan ke atas seperti gerakan sirip ekor ikan atau lumba-lumba. Udara dihembuskan kuat-kuat dari mulut dan hidung sebelum kepala muncul dari air, dan udara dihirup lewat mulut ketika kepala berada di luar air.

Masalah Pendidikan di Indonesia

4 Jul

Masalah Pendidikan di Indonesia

Pendidikan mempunyai tugas menyiapkan sumber daya manusia unuk pembangunan. Derap langkah pembangunan selalu diupayakan seirama dengan tuntutan zaman. Perkembangan zaman selalu memunculkan persoalan-persoalan baru yang tidak pernah terpikirkan sebelumnya. Bab ini akan mengkaji mengenai permasalahan pokok pendidikan, dan saling keterkaitan antara pokok tersbut, faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangannya dan masalah-masalah aktual beserta cara penanggulangannya.

Apa jadinya bila pembangunan di Indonesia tidak dibarengi dengan pembangunan di bidang pendidikan?. Walaupun pembangunan fisiknya baik, tetapi apa gunanya bila moral bangsa terpuruk. Jika hal tersebut terjadi, bidang ekonomi akan bermasalah, karena tiap orang akan korupsi. Sehingga lambat laun akan datang hari dimana negara dan bangsa ini hancur. Oleh karena itu, untuk pencegahannya, pendidikan harus dijadikan salah satu prioritas dalam pembangunan negeri ini.

Pemerintah dan Solusi Permasalahan Pendidikan

Mengenai masalah pedidikan, perhatian pemerintah kita masih terasa sangat minim. Gambaran ini tercermin dari beragamnya masalah pendidikan yang makin rumit. Kualitas siswa masih rendah, pengajar kurang profesional, biaya pendidikan yang mahal, bahkan aturan UU Pendidikan kacau. Dampak dari pendidikan yang buruk itu, negeri kita kedepannya makin terpuruk. Keterpurukan ini dapat juga akibat dari kecilnya rata-rata alokasi anggaran pendidikan baik di tingkat nasional, propinsi, maupun kota dan kabupaten.

Penyelesaian masalah pendidikan tidak semestinya dilakukan secara terpisah-pisah, tetapi harus ditempuh langkah atau tindakan yang sifatnya menyeluruh. Artinya, kita tidak hanya memperhatikan kepada kenaikkan anggaran saja. Sebab percuma saja, jika kualitas Sumber Daya Manusia dan mutu pendidikan di Indonesia masih rendah. Masalah penyelenggaraan Wajib Belajar Sembilan tahun sejatinya masih menjadi PR besar bagi kita. Kenyataan yang dapat kita lihat bahwa banyak di daerah-daerah pinggiran yang tidak memiliki sarana pendidikan yang memadai. Dengan terbengkalainya program wajib belajar sembilan tahun mengakibatkan anak-anak Indonesia masih banyak yang putus sekolah sebelum mereka menyelesaikan wajib belajar sembilan tahun. Dengan kondisi tersebut, bila tidak ada perubahan kebijakan yang signifikan, sulit bagi bangsa ini keluar dari masalah-masalah pendidikan yang ada, apalagi bertahan pada kompetisi di era global.

Kondisi ideal dalam bidang pendidikan di Indonesia adalah tiap anak bisa sekolah minimal hingga tingkat SMA tanpa membedakan status karena itulah hak mereka. Namun hal tersebut sangat sulit untuk direalisasikan pada saat ini. Oleh karena itu, setidaknya setiap orang memiliki kesempatan yang sama untuk mengenyam dunia pendidikan. Jika mencermati permasalahan di atas, terjadi sebuah ketidakadilan antara si kaya dan si miskin. Seolah sekolah hanya milik orang kaya saja sehingga orang yang kekurangan merasa minder untuk bersekolah dan bergaul dengan mereka. Ditambah lagi publikasi dari sekolah mengenai beasiswa sangatlah minim.

Sekolah-sekolah gratis di Indonesia seharusnya memiliki fasilitas yang memadai, staf pengajar yang berkompetensi, kurikulum yang tepat, dan memiliki sistem administrasi dan birokrasi yang baik dan tidak berbelit-belit. Akan tetapi, pada kenyataannya, sekolah-sekolah gratis adalah sekolah yang terdapat di daerah terpencil yang kumuh dan segala sesuatunya tidak dapat menunjang bangku persekolahan sehingga timbul pertanyaan ,”Benarkah sekolah tersebut gratis? Kalaupun iya, ya wajar karena sangat memprihatinkan.”

Penyelenggaraan Pendidikan yang Berkualitas

”Pendidikan bermutu itu mahal”. Kalimat ini sering muncul untuk menjustifikasi mahalnya biaya yang harus dikeluarkan masyarakat untuk mengenyam bangku pendidikan. Mahalnya biaya pendidikan dari Taman Kanak-Kanak (TK) hingga Perguruan Tinggi (PT) membuat masyarakat miskin tidak memiliki pilihan lain kecuali tidak bersekolah. Orang miskin tidak boleh sekolah.Untuk masuk TK dan SDN saja saat ini dibutuhkan biaya Rp 500.000, — sampai Rp 1.000.000. Bahkan ada yang memungut di atas Rp 1 juta. Masuk SLTP/SLTA bisa mencapai Rp 1 juta sampai Rp 5 juta.

Makin mahalnya biaya pendidikan sekarang ini tidak lepas dari kebijakan pemerintah yang menerapkan Manajemen Berbasis Sekolah (MBS). MBS di Indonesia pada realitanya lebih dimaknai sebagai upaya untuk melakukan mobilisasi dana. Karena itu, Komite Sekolah/Dewan Pendidikan yang merupakan organ MBS selalu disyaratkan adanya unsur pengusaha. Asumsinya, pengusaha memiliki akses atas modal yang lebih luas. Hasilnya, setelah Komite Sekolah terbentuk, segala pungutan uang kadang berkedok, “sesuai keputusan Komite Sekolah”.

Namun, pada tingkat implementasinya, ia tidak transparan, karena yang dipilih menjadi pengurus dan anggota Komite Sekolah adalah orang-orang dekat dengan Kepala Sekolah. Akibatnya, Komite Sekolah hanya menjadi legitimator kebijakan Kepala Sekolah, dan MBS pun hanya menjadi legitimasi dari pelepasan tanggung jawab negara terhadap permasalahan pendidikan rakyatnya.
Kondisi ini akan lebih buruk dengan adanya RUU tentang Badan Hukum Pendidikan (RUU BHP). Berubahnya status pendidikan dari milik publik ke bentuk Badan Hukum jelas memiliki konsekuensi ekonomis dan politis amat besar. Dengan perubahan status itu pemerintah secara mudah dapat melemparkan tanggung jawabnya atas pendidikan warganya kepada pemilik badan hukum yang sosoknya tidak jelas. Perguruan Tinggi Negeri pun berubah menjadi Badan Hukum Milik Negara (BHMN). Munculnya BHMN dan MBS adalah beberapa contoh kebijakan pendidikan yang kontroversial. BHMN sendiri berdampak pada melambungnya biaya pendidikan di beberapa Perguruan Tinggi favorit.

Privatisasi dan Swastanisasi Sektor Pendidikan

Privatisasi atau semakin melemahnya peran negara dalam sektor pelayanan publik tak lepas dari tekanan utang dan kebijakan untuk memastikan pembayaran utang. Utang luar negeri Indonesia sebesar 35-40 persen dari APBN setiap tahunnya merupakan faktor pendorong privatisasi pendidikan. Akibatnya, sektor yang menyerap pendanaan besar seperti pendidikan menjadi korban. Dana pendidikan terpotong hingga tinggal 8 persen (Kompas, 10/5/2005).

Dalam APBN 2005 hanya 5,82% yang dialokasikan untuk pendidikan. Bandingkan dengan dana untuk membayar hutang yang menguras 25% belanja dalam APBN (www.kau.or.id). Rencana Pemerintah memprivatisasi pendidikan dilegitimasi melalui sejumlah peraturan, seperti Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional, RUU Badan Hukum Pendidikan, Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang Pendidikan Dasar dan Menengah, dan RPP tentang Wajib Belajar. Penguatan pada privatisasi pendidikan itu, misalnya, terlihat dalam Pasal 53 (1) UU No 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas). Dalam pasal itu disebutkan, penyelenggara dan/atau satuan pendidikan formal yang didirikan oleh Pemerintah atau masyarakat berbentuk badan hukum pendidikan.

Seperti halnya perusahaan, sekolah dibebaskan mencari modal untuk diinvestasikan dalam operasional pendidikan. Koordinator LSM Education Network for Justice (ENJ), Yanti Mukhtar (Republika, 10/5/2005) menilai bahwa dengan privatisasi pendidikan berarti Pemerintah telah melegitimasi komersialisasi pendidikan dengan menyerahkan tanggung jawab penyelenggaraan pendidikan ke pasar. Dengan begitu, nantinya sekolah memiliki otonomi untuk menentukan sendiri biaya penyelenggaraan pendidikan. Sekolah tentu saja akan mematok biaya setinggi-tingginya untuk meningkatkan dan mempertahankan mutu. Akibatnya, akses rakyat yang kurang mampu untuk menikmati pendidikan berkualitas akan terbatasi dan masyarakat semakin terkotak-kotak berdasarkan status sosial, antara yang kaya dan miskin.

Hal senada dituturkan pengamat ekonomi Revrisond Bawsir. Menurut dia, privatisasi pendidikan merupakan agenda kapitalisme global yang telah dirancang sejak lama oleh negara-negara donor lewat Bank Dunia. Melalui Rancangan Undang-Undang Badan Hukum Pendidikan (RUU BHP), pemerintah berencana memprivatisasi pendidikan. Semua satuan pendidikan kelak akan menjadi badan hukum pendidikan (BHP) yang wajib mencari sumber dananya sendiri. Hal ini berlaku untuk seluruh sekolah negeri, dari SD hingga perguruan tinggi.

Bagi masyarakat tertentu, beberapa PTN yang sekarang berubah status menjadi Badan Hukum Milik Negara (BHMN) itu menjadi momok. Jika alasannya bahwa pendidikan bermutu itu harus mahal, maka argumen ini hanya berlaku di Indonesia. Di Jerman, Perancis, Belanda, dan di beberapa negara berkembang lainnya, banyak perguruan tinggi yang bermutu namun biaya pendidikannya rendah. Bahkan beberapa negara ada yang menggratiskan biaya pendidikan.

Pendidikan berkualitas memang tidak mungkin murah, atau tepatnya, tidak harus murah atau gratis. Tetapi persoalannya siapa yang seharusnya membayarnya? Pemerintahlah sebenarnya yang berkewajiban untuk menjamin setiap warganya memperoleh pendidikan dan menjamin akses masyarakat bawah untuk mendapatkan pendidikan bermutu. Akan tetapi, kenyataannya Pemerintah justru ingin berkilah dari tanggung jawab. Padahal keterbatasan dana tidak dapat dijadikan alasan bagi Pemerintah untuk cuci tangan.***
Sumber :

Peran Pendidikan Karakter Dalam Melengkapi Kepribadian

4 Jul

Peran Pendidikan Karakter Dalam Melengkapi Kepribadian

“Banyak orang tahu apa yang baik, berbicara mengenai kebaikan namun melakukan yang sebaliknya”

Pada awalnya, manusia itu lahir hanya membawa “personality” atau kepribadian. Secara umum kepribadian manusia ada 4 macam dan ada banyak sekali teori yang menggunakan istilah yang berbeda bahkan ada yang menggunakan warna, tetapi polanya tetap sama. Secara umum kepribadian ada 4, yaitu :

1. Koleris : tipe ini bercirikan pribadi yang suka kemandirian, tegas, berapi-api, suka tantangan, bos atas dirinya sendiri.

2. Sanguinis : tipe ini bercirikan suka dengan hal praktis, happy dan ceria selalu, suka kejutan, suka sekali dengan kegiatan social dan bersenang-senang.

3. Phlegmatis : tipe ini bercirikan suka bekerjasama, menghindari konflik, tidak suka perubahan mendadak, teman bicara yang enak, menyukai hal yang pasti.

4. Melankolis : tipe ini bercirikan suka dengan hal detil, menyimpan kemarahan, Perfection, suka instruksi yang jelas, kegiatan rutin sangat disukai.

Di atas ini adalah teori yang klasik dan sekarang teori ini banyak sekali berkembang, dan masih banyak digunakan sebagai alat tes sampai pengukuran potensi manusia.

Kepribadian bukanlah karakter. Setiap orang punya kepribadian yang berbeda-beda. Nah dari ke 4 kepribadian tersebut, masing-masing kepribadian tersebut memiliki kelemahan dan keunggulan masing-masing. Misalnya tipe koleris identik dengan orang yang berbicara “kasar” dan terkadang tidak peduli, sanguin pribadi yang sering susah diajak untuk serius, phlegmatis sering kali susah diajak melangkah yang pasti dan terkesan pasif, melankolis terjebak dengan dilemma pribadi “iya” dimulut dan “tidak” dihati, serta cenderung perfectionis dalam detil kehidupan serta inilah yang terkadang membuat orang lain cukup kerepotan.

Tiap manusia tidak bisa memilih kepribadiannya, kepribadian sudah hadiah dari Tuhan sang pencipta saat manusia dilahirkan. Dan setiap orang yang memiliki kepribadian pasti ada kelemahannya dan kelebihannya di aspek kehidupan social dan masing-masing pribadi. Mudah ya, penjelasan ini.

Nah, karakter nya dimana? Saat tiap manusia belajar untuk mengatasi kelemahannya dan memperbaiki kelemahannya dan memunculkan kebiasaan positif yang baru maka inilah yang disebut dengan karakter. Misalnya, seorang koleris murni tetapi sangat santun dalam menyampaikan pendapat dan instruksi kepada sesamanya, seorang yang sanguin mampu membawa dirinya untuk bersikap serius dalam situasi yang membutuhkan ketenangan dan perhatian fokus. Itulah Karakter. Pendidikan Karakter adalah pemberian pandangan mengenai berbagai jenis nilai hidup, seperti kejujuran, kecerdasan, kepedulian dan lain-lainnya. Dan itu adalah pilihan dari masing-masing individu yang perlu dikembangkan dan perlu di bina, sejak usia dini (idealnya).

Karakter tidak bisa diwariskan, karakter tidak bisa dibeli dan karakter tidak bisa ditukar. Karakter harus DIBANGUN dan DIKEMBANGKAN secara sadar hari demi hari dengan melalui suatu PROSES yang tidak instan. Karakter bukanlah sesuatu bawaan sejak lahir yang tidak dapat diubah lagi seperti sidik jari.

Banyak saya perhatikan bahwa orang-orang dengan karakter buruk cenderung mempersalahkan keadaan mereka. Mereka sering menyatakan bahwa cara mereka dibesarkan yang salah, kesulitan keuangan, perlakuan orang lain atau kondisi lainnya yang menjadikan mereka seperti sekarang ini. Memang benar bahwa dalam kehidupan, kita harus menghadapi banyak hal di luar kendali kita, namun karakter Anda tidaklah demikian. Karakter Anda selalu merupakan hasil pilihan Anda.

Ketahuilah bahwa Anda mempunyai potensi untuk menjadi seorang pribadi yang berkarakter, upayakanlah itu. Karakter, lebih dari apapun dan akan menjadikan Anda seorang pribadi yang memiliki nilai tambah. Karakter akan melindungi segala sesuatu yang Anda hargai dalam kehidupan ini.

Setiap orang bertanggung jawab atas karakternya. Anda memiliki KONTROL PENUH atas karakter Anda, artinya Anda tidak dapat menyalahkan orang lain atas karakter Anda yang buruk karena Anda yang bertanggung jawab penuh. Mengembangkan karakter adalah TANGGUNG JAWAB pribadi Anda.
Sumber :

Antara Pendidikan dan Kemiskinan

4 Jul

Antara Pendidikan dan Kemiskinan

Suatu bangsa yang ingin mencapai kemajuan, menganggap pendidikan sebagai salah satu dari berbagai kebutuhan vital dan itu sama halnya dengan kebutuhan akan pangan, sandang dan papan. Bahkan dalam bangsa yang kecil yaitu keluarga, pendidikan adalah kebutuhan pokok. Dalam arti bahwa, mereka akan mampu mengurangi kualitas rumah dan bahan makanannya dan mengupayakan pendidikan tinggi untuk anaknya.

Maka sebaiknya negara juga demikian halnya. Apabila suatu negara ingin cepat mendapat kemajuan dan perkembangan dalam segala aspek kehidupan, maka prioritas utama pembangunan adalah pembangunan di bidang pendidikan. Pendidikan adalah topik yang tidak akan pernah ada habis-habisnya, sebab siapapun, di manapun, kapanpun, bagaimanapun dan apapun yang terjadi kita harus tetap belajar. Belajar dari masalah dan mampu membaca keadaan yang terjadi, merupakan proses belajar yang akan selalu kita dapati dan lakukan di lapangan. Jika pada akhir-akhir ini, bangsa Indonesia sedang giat-giatnya menggalakkan program di bidang pembangunan teknologi demi menyejajarkan dengan bangsa lain yang lebih maju, maka sepertinya itu harus ditunda dulu. Sebab, pendidikan adalah hal yang utama digalakkan jika ingin menyamakan diri dengan negara lain yang lebih maju. Negara-negara maju itu bukan dimulai dari kemampuan berpikir secara cepat akan tetapi modal utama dari semuanya itu adalah ilmu diikuti dengan keinginan kuat untuk maju.

Sejak lama, negeri ini selalu menggalakkan program wajib belajar. Maksud pemberian wajib belajar itu adalah untuk tujuan yang baik. Wajib belajar itu adalah pemberian pelayanan kepada anak bangsa untuk memasuki sekolah dengan biaya murah dan terjangkau oleh kemampuan masyarakat banyak. Pada umumnya penduduk di Indonesia adalah kalangan yang terbilang belum mampu dalam hal materi. Sehingga, pemerintah pada akhir-akhir ini selalu berusaha memberikan bantuan khusus kepada sekolah-sekolah. Bantuan itu adalah guna meningkatkan mutu kinerja tenaga pendidik dan yang terdidik.

Program ini bukan ditujukan untuk kalangan tertentu, tapi semua kalangan haruslah dapat merasakan hal ini. Pemberian bantuan kepada yang kurang mampupun telah digalakkan sejak dulu. Namun, entah apa kendalanya, tetap saja sulit untuk terealisasikan.

Tulisan ini menyorot pada situasi pendidikan yang semakin melemah, beserta pergantian program maupun kurikulum yang dipergunakan dalam mendukung program belajar mengajar. Pergantian program-program pendidikan beserta kurikulumnya dianggap dapat melunturkan nilai pendidikan bangsa kita. Pergantian kurikulum tersebut dapat mengganggu aktivitas pendidikan kita. Setidaknya perhatian akan lebih tertuju ke arah itu. Apabila perlu, penetapan kurikulum itu haruslah berjangka panjang dalam waktu yang terbilang lama, supaya dapat diberi penilaian atas kurikulum yang mana yang lebih mendukung dan sesuai dengan prinsip pendidikan yang bangsa kita miliki.

Permasalahan yang kita hadapi di negara kita tercinta ini sepertinya semakin berlarut-larut tanpa ada pemecahan masalah secara serius. Alhasil, semua terbata-bata dan terkesan vakum.Pernahkah anda membayangkan bagaimana jika pendidikan kita terhenti? Tentu hal itu tidak akan terjadi dan siapapun kita, tidak akan mau kalau hal itu terjadi. Maka, kita harus tetap optimis dan memberikan sumbangsih dan perhatian khusus bagi pendidikan di negara kita yang makin lama kian melemah.

Kemiskinan selalu jadi bayang-bayang di balik pendidikan kita. Kemiskinan menjadikan semuanya semakin kacau. Namun bagaimanapun juga, pendidikan tetap dinomorsatukan, sebab jika tak ada ilmu tidak akan kita dapati perbaikan kemiskinan. Kita akan tetap seperti posisi seperti ini di sepanjang tahun. Pendidikan menurut ketentuan perundang-undangan adalah kewenangan pemerintah daerah. Akan tetapi, sejauh ini belum ada realisasi yang nyata di lapangan. Cara pembagian anggaran dan pengelolaannya belum ada kejelasannya. Otonomi daerah sering menjadikan sistem pendidikan berubah arah. Selalu terdapat penyelewengan.

Dalam target penurunan kemiskinan, diutarakan bahwa hal utama yang harus dibenahi duluan adalah bidang pendidikan yang semakin merosot. Perbaikan itu tentunya haruslah ke arah yang lebih baik dan lebih nyata. Dengan peningkatan mutu pendidikan secara otomatis pengangguran akan berkurang, kebodohan dapat diatasi dengan mudah. Namun bagaimanapun ceritanya, pemerintahlah yang harus memberikan tanggung jawab penuh pada masalah ini.

Kita sebagai warga negara hanya mampu menjalankan dan menyesuaikan dengan peraturan yang telah ditentukan. Relitas itu sungguh memprihatinkan. Ternyata sejarah kian menunjukkan bahwa masalah kemiskinan tidak akan muncul tiba-tiba kalau bukan kita penyebabnya dan tidak akan dapat teratasi dengan sendirinya secara tuntas, seiring dengan kebebasan dan kemerdekaan yang kita peroleh. Sudah 62 tahun kita terbebas, tapi toh juga seperti ini keadaan dan malah makin memburuk saja . Negara kita tetap miskin, peraturan yang dibuat seakan-akan hanya mengisi lembaran undang-undang saja. Ternyata pernyataan dalam kemerdekaan bukan menjadi jawaban kalau kita akan segera terbebas dari permasalahan kebodohan dan kemiskinan. Tapi justru, kemerdekaan menjadi gerbang bagi kita untuk menjalani dan menghadapi permasalahan berikutnya.

Sebagai warga negara yang baik, tentunya besar harapan kita agar pendidikan kita semakin maju. Tidak ada yang lebih indah dari setiap keberhasilan. Keberhasilan di bidang apapun itu, nantinya akan mampu merubah nasib perjuangan bangsa, supaya tidak sia-sia apa yang telah diberikan oleh orang-orang terdahulu kita yang telah lebih dahulu memberikan perhatiannya pada negara ini.

Untuk menjadikan pendidikan yang berhasil, janganlah menempatkan kemiskinan di balik pendidikan kita. Kemiskinan itu tidak sepatutnya ada. Tapi itulah yang harus kita buang jauh-jauh dari kehidupan kita. Sebab, kalau kemiskinan itu tidak ada, niscaya kita akan dapat menjalani kehidupan ini dengan berbagai kemudahan. Pada intinya, pendidikan akan sejalan, seiring dengan kerja sama yang baik antara pemerintah, dan warga negara Indonesia . Semoga pendidikan di negara kita akan semakin terarah, dan tidak selalu dibayang-bayangi oleh kemiskinan, sehingga kemiskinan akan dapat kita atasi secara lambat laun. Perlahan tapi pasti.

Oleh: Octa Rina Manurung

Universitas Negeri Medan

Image 3 Jul

61388_479072648780118_462561284_n